RANTAU🍃

Kepada bapak ibuku tercinta, teman-teman, dan para pembaca. 
Kini aku sudah jauh dari tanah kelahiran. Bentangan batas yang menghambat pertemuan semakin lama semakin jauh aku berjalan. Tantangan hidup semakin memaksa untuk diselesaikan sendirian. Kehidupan semakin mengajarkan banyak hal dalam pendewasaan. Hingga aku tau dan mulai menyebutnya rantau.

Rantau. Tidak hanya aku yang jauh dari rumah. Tentu banyak manusia yang merasakan hal yang sama. Mengenai akhir bulan yang mencekik. Mengenai kemandirian yang senantiasa memaksa. Ini bagiku. Lantas bagaimana bagi orang lain? 

Tidak semua anak rantau merasakan hal yang sama. Sebuah garis besar yang perlu manusia pahami. Bukan bermaksud membandingkan, tapi memang benar adanya. 

Sekarang kutanya, apa definisi dari merantau? Menetap jauh dari rumah? Tidak, bagiku itu belum cukup. Aku yakin bahwa ada esensi disetiap perjalanan yang manusia tapaki. Begitupun kepada anak rantau. 

Sekarang bayangkan. Singkatnya mahasiswa yang berkuliah jauh dari rumah. Menemui lingkungan baru dan kebiasaan baru. Ada sebagian mahasiswa yang bisa dengan mudah menjalani hidupnya di kota orang. Bangun pagi ada air hangat tersedia untuk mandi. Sehabis mandi ada sarapan pagi dengan lauk dan sayur tersusun rapi siap dinikmati. Pulang kuliah lelah malas mencuci, sudah disiapkan keranjang tempat menaruh pakaian kotor dan esoknya pakaian bersih nan rapi sudah siap dipakai kembali. Bosan dengan makanan yang tersedia bisa pesan antar seenaknya. Seakan hidup begitu mudah dilakukan ya. 

Sekarang kita lihat dari sisi lainnya. Sebagian mahasiswa lain hidup dengan keadaan pas-pasan. Bangun pagi tak lantas mandi, melainkan memasak nasi dan mencuci. Kemudian sarapan dengan lauk seadanya. Berangkat kuliah dan pulang kuliah membawa lelah masih harus mencuci pakaian kotor. Belum terhitung waktu belajar mandiri. Membersihkan kosan tak lepas dari agenda setiap hari. Jangan berpikir mereka tak mau hidup enak dan mudah. Mereka mau, tetapi keadaan membawa mereka kepada proses pendewasaan. 
Bukan berarti mahasiswa yang serba bisa melakukan hal dengan mudah tak mengalami proses pendewasaan. Namun benar adanya. Kehidupan memang sering dipandang manusia tidak adil. Tetapi bagiku dalam hal ini semua itu adil.

Bagi mahasiswa yang menjalani hidupnya dengan mudah dan wah mungkin memang enak. Tetapi, sudah dapat esensinya? Lihat, bahkan mahasiswa yang hidup serba pas-pasan memiliki banyak kenikmatan. Kenikmatan menjadi mandiri yang sesungguhnya. Dimana kita harus mengatur waktu yang sedikit demi kegiatan yang berbanding terbalik. Dimana diajarkan rasanya menghemat duit agar tidak mencekik pada tanggal tua. Mengenai keterampilan untuk mampu bekerja dan mengurus keperluannya sendiri. Adil kan? Sama sama enak. 

Jadi apa definisi merantau?
Merantau adalah menetap jauh dari tanah kelahiran dan pulang daengan membawa perubahan positif yang bermakna dalam pribadi manusia. 

Aku tidak mempermasalahkan bagi anak rantau yang memang bisa mendapatkan segala keperluan dengan cara yang mudah. Sah-sah saja karena memang itulah adanya. Tetapi jangan iri melihat kawan rantaumu yang pas-pasan lebih memiliki kemauan dan kemajuan dalam bekerja. Terlebih janganlah kalian mengeluh didepan banyak orang mengenai lelah kuliah, banyak tugas menumpuk, rindu masakan mamah, ingin pulang ke rumah, persediaan makanan menipis, sabun mandi habis, hingga uang transferan yang tertunda. Hey sadar! Jangan buta nikmat kawan. Tengoklah saudara seperjuangan. Yang susah-susah mengumpulkan rupiah demi berangkat ke kota orang. Yang susah-susah betahan hidup dengan kondisi apa adanya. Yang susah-susah mencari celah agar memiliki waktu belajar yang sama dengan yang lain ditengah banyak pekerjaan yang dilakukan.

Bersyukurlah kawan!!!
Hidup tak selalu indah bercerita. Indahkan hidupmu dengan menebar kebermanfaatan dirimu. Bangun potensi positif di masa mudamu. Jangan sampai esok kau rindu pada masa muda yang tak akan kembali adanya.

Kawan, merantau tak selamanya sama dalam cerita manusia. Sekarang biar kutanya. Mau jadi anak rantau yang mana?