Tentang Pergaulan

Berawal dari aku dengan mata terbuka menyadari bahwa kehidupan semakin luas. Kadang, kehidupan semakin kejam atau menyakitkan. Merasa hidup terlalu asing hingga terlalu ramai untuk kita yang sedang ingin bersantai-santai. Kehidupan dimulai ketika aku mengenal lebih banyak manusia. Memang benar adanya bahwa roda kehidupan itu berputar. Boleh jadi dulu kita adalah fokus utama disuatu kelompok. Tapi, boleh jadi saat ini kita hanya menjadi bagian kecil dari suatu kelompok. Tak masalah, karena kuncinya adalah kita semua sama. 

Ada yang menjadi superior. Menohok-nohok menjadi ketua dan berinisiatif tinggi. Memilih kelompok dan penuh dengan ekspresi. Unjuk diri dengan sangat berani. Seakan mengatakan bahwa "Inilah duniaku, tiada yang bisa melarangku, bersama teman-teman tertentu aku bisa begini dan begitu, lantas siapa kalian?". Seolah menutup diri dengan beberapa kawan dan tak mau mengenal orang lain. Terlalu malas untuk menerima, terlalu enggan untuk mengajak lainnya. Yang terpenting ya kelompok itu saja. 

Kemudian, ada yang diam. Diam diluar, berani didalam. Seorang manusia kompleks tetapi hanya menunjukkan kepada orang-orang tertentu saja. Tidak mau ikut campur dengan urusan kelompok lain. Bahkan merasa bukan menjadi bagian superior. Ya, terlalu tertutup dan enggan membuka mata. Padahal boleh jadi sekeliling adalah hal yang penting. Sibuk dengan urusan pribadi. Enggan bergaul dengan yang tidak sehati. 
Susah bercampur karena berbeda persepsi. 

Pengamat. 

Begitu banyak keramaian disini. Pernahkah kalian bertanya untuk apa kita mencari kawan? Mengapa perlu mencari kawan? Siapa sebenarnya yang disebut kawan? 

Pikiran ini muncul dari kata "Terbuka". Aku tak mau berlagak menasehati, tetapi agaknya ini bisa jadi cerita yang menyenangkan. Kawan, orang-orang yang aku temui adalah kawan. Beragam? Oh tentu saja, sangat beragam. Ada cerita yang membuatku paham dan sejalan, banyak pula yang berlainan. Tetapi, dunia ini tak serta merta harus selalu dalam posisi yang sama. Cobalah untuk terbuka. Memahami bahwa semua elemen di bumi begitu kompleks. Lalu berpikir positif bahwa kita membutuhkan satu sama lain.

Hal yang sulit berakar dari "saling menghargai". Begitu banyak percakapan disegala kondisi. Cobalah menjadi pendengar dan sesekali berbicara. Dengarkan, ikutlah tertawa. Utarakan, jangan sungkan. Meski terabaikan. Agaknya kata terabaikan sudah musnah dari kamus hidup ini. Sayang sekali manusia yang tidak mau menghargai setiap penyampaian. Hanya berfokus pada satu sudut pandang. Padahal, jika kita mau mencoba terbuka banyak hal lain yang bisa kita lihat lebih dalam. 

Kita mungkin berbeda pandangan, berbeda pembahasan, berbeda pergaulan. Tetapi, jangan pernah memilih-milih teman. Hanya karena merasa bahwa diri kita adalah orang terkuat membuat kita menjadi berlaku seenaknya. Jangan membeda-bedakan teman, karena Tuhan saja tidak membeda-bedakan umat-Nya. Masa sih kita mau berlagak membeda-bedakan? Ada suatu cerita menarik. Boleh jadi teman yang saat ini tidak dekat atau dianggap asing bagimu adalah satu-satunya penolongmu suatu saat ketika dalam keadaan miring dan genting. Boleh jadi teman yang asing mampu membuatmu mendapat sisi baru dalam hidup. Bisa saja suatu ketika kita sangat membutuhkan teman yang tidak pernah "sedekat itu". 

Pergaulan modern ini begitu meresahkan. Tanyakan dulu pada dirimu. Apakah mereka yang menutup diri atau malah sebaliknya? Apakah kita yang sebenarnya menutup diri?

Komentar