JUMAT🌼

Jumat. Jumatku yang terasa singkat. Ya, di hari itu akan kutemu satu mata kuliah pagi. Setelah itu sudah. Biasanya aku lanjutkan untuk latihan mandiri, berlari keliling lapangan. Kemudian, pukul 11 agendaku adalah mentoring bersama teman-teman dan mentorku.

Jumatku yang sangat bermakna. Mengapa? Aku sadar, Jumat barokah memang benar-benar terasa hari ini. Kemarin, baru saja aku membaca artikel yang ditulis oleh dosen universitasku. Mengenai kakek penjual amplop yang menjual satu plastik amplop berisi sepuluh amplop dengan harga seribu rupiah. Pasti kalian terkejut mengenai harganya. Ya, modern ini mana ada sebegitu murahnya harga barang. Memang benar adanya demikian. Bahkan, si Kakek sampai menyodorkan bon harga bahwa ia membelinya dengan harga 750 rupiah per bungkus. Betapa tidak hati tergugah. Benar-benar kisah yang mengajarkan kita arti jujur dalam berwirausaha. Tidak mengambil riba. Kemudian aku tertarik mengenai pernyataan di artikel dosenku itu. Singkatnya terkadang kita memang harus membeli apa yang tidak kita butuhkan demi kebaikan. Ya, karena saat itu dosenku membeli amplop si kakek 10 bungkus. Tau ekspresi si kakek? Betapa bahagianya beliau. Meskipun dosenku tak tau apa gunanya amplop sebegitu banyak untuknya. Tetapi ia berniat untuk membantu si kakek. Bahkan ia juga sangat menghargai perjuangan si kakek ditengah banyak orang yang meminta-minta.

Singkat cerita hari ini aku ingin juga melihat si kakek. Tetapi sayang, aku tidak menjumpainya. Hmm tak apa, mungkin suatu saat akan kutemu si kakek. Entah ada angin apa, aku melihat bapak-bapak penjual salak diantara deretan penjual di pasar Jumat depan kampusku. Hari ini adalah kala pertama aku melihat si bapak berada disitu. Biasanya tak pernah ada penjual salak. Yang ada hanya pedagang-pedagang makanan, baju, tas, dan lainnya. Beliau membawa dua keranjang salak dan menata salaknya diatas keranjang. Beliau duduk memandangi orang berlalu-lalang di depannya. Terutama orang-orang yang baru selesai menunaikan ibadah salat jumat di masjid kampusku. Sesekali beliau berdiri, belum ada yang membeli. Kala itu aku bimbang ingin membeli apa. Sebenarnya aku tidak ingin membeli salak, tetapi hatiku tergugah untuk membeli salak si bapak. Aku mendekati si bapak bersama seorang temanku. Kutanya "Salaknya berapaan pak?" , si bapak jawab "Sepuluh ribu neng," kutanya lagi "Manis ngga pak?", lalu si bapak berkata "Manis neng, sok kalau mau dicoba dulu," sembari membuka bungkus salak tetapi aku mencegah "Ngga usah pak, saya beli aja satu," . Si bapak dengan wajah berseri membungkuskan satu bungkus salak itu kepadaku. Dan kusodorkan uang kemudian si bapak berkata "Terimakasih neng," kujawab sama-sama kemudian aku pergi bersama kawanku.

Kupandangi salak yang aku beli. Banyak. Dan aku bergumam dalam hati "Nanti pasti berguna kok salak ini, nanti pasti kawan-kawan mau makan," kemudian aku berkata lagi dalam hati sembari melihat si bapak "Ah jadi teringat kisah dosenku dan kakek penjual amplop, benar mungkin aku tidak membutuhkannya sekarang. Tapi pasti nanti berguna. Mungkin aku tidak membutuhkannya, tetapi siapa tahu uang yang aku berikan untuk membeli salak tadi adalah rezeki pertama kali yang bapak penjual salak terima hari ini. Hampir mataku berkaca-kaca karena gumamanku itu, tetapi kemudian aku beranjak pulang bersama kawanku.

Begitulah singkat cerita di Jumatku yang benar-benar bermakna. Sampai di asrama aku memakan salak itu bersama kawanku. Manis. Sembari kumakan aku teringat pasal hari ini yang benar-benar mengajariku artinya bersyukur lagi, lagi, dan lagi. Benar kata dosenku, ada kalanya kita membeli sesuatu meskipun kita tak membutuhkan itu untuk saat ini. Benar adanya, berbuat baik tidak harus dengan hal besar.
Terimakasih jumatku yang bermakna.