CEMAS

Semakin dewasa banyak yang dicemaskan. Perihal diri yang ingin terus berkembang. Perihal diri yang memaksa atau mungkin dipaksa untuk mandiri. Perihal pertanyaan "Apa yang sudah bisa dibanggakan?" atau perihal "Apasih yang kamu cari?".

Terkadang, tak apa untuk merasa cemas. Karena bahagia juga ada porsinya, tentu cemas pun sama. Kecemasan terkadang muncul ketika kita sadar akan keadaan. Melihat sekeliling, melihat orang-orang yang sudah bergerak maju sedangkan diri kita masih terpaku. 

Untuk seorang seperti diriku, aku tak pernah menyesalkan tentang apa yang aku tidak ketahui dahulu, bahkan tentang aku yang dahulu. Bagiku, diusia yang sekarang, dunia memang sedang menyudutkan diri untuk mengikuti pesatnya kehidupan. Hal tersebut menimbulkan kecemasan. Bagiku, tentang apa yang ada saat ini, tetap jalani. 

Aku cemas, tapi aku juga sadar kecemasan tidak selamanya hadir. Semakin dewasa, rasa cemas seakan bertanya bagaimana caranya kamu akan sukses? Dan benar, ku ingat perkataan kawanku tempo dulu. Jalan kesuksesan setiap orang itu berbeda, tidak perlu silau melihat kesuksesan orang lain. -DR. Nyatanya memang benar. Jalan kita berbeda-beda. Tidak mungkin sama. Jalan kita adalah kita yang memegang peran utama. Bak sebuah mobil kita adalah supir. Ke arah mana mau kita pergi, kita yang mengendalikan. 

Aku cemas pun aku berusaha. Berusaha untuk bisa menjadi apa yang aku ingin. Karena inginku adalah sukses bagiku. Kalimat tanpa perbuatan mungkin tidak menjadi bukti. Tetapi, sebagai manusia biasa coba saja lakukan dan pahami bahwa inginmu adalah hasrat dalam dirimu. Inginmu adalah apa yang kamu mau. Kecemasanmu pun, tak sama dengan kecemasan yang orang lain pikirkan. Terkadang memang cemas akan mereda ketika kita sendiri sudah paham bagaimana cara menanganinya.

9/3/2021

ELD

Komentar