Kita Vs Dunia

Masih ingat dengan cita-cita masa kecil kalian? Yang dulu ingin menjadi dokter, ilmuwan, guru, pilot, sampai ke polisi. Atau bahkan cita-cita menggelitik yang bila didengar terkesan sangat lucu seperti menjadi ultraman atau bahkan power ranger?

Bahkan bagiku semua itu tinggal kenangan masa kecil. Aku, sembilan belas tahun. Ya, hampir kepala dua. Kali ini aku akan mengajak kalian terjun dalam area medan perang. Antara kita vs dunia.

Seringkali kita berharap, bermimpi, merencanakan suatu hal. Ingin inilah, itulah, apalah. Termasuk ingin jadi apa kelak. Tentu tak salah, karena sebaik-baiknya ucapan adalah doa. Tetapi lagi-lagi aku mengingatkan bahwa ini adalah dunia. Semakin dewasa diri kita, semakin kasar jalan yang dilewati, semakin banyak hal tak terduga yang datang dan berlalu. Dunia yang memaksa kita bertahan sekalipun dengan sapaan kejam yang dunia lontarkan.

Sekalipun demikian, kalian perlu tau. Kita adalah manusia. Manusia yang sudah sepatutnya berusaha, berdoa, beribadah. Mungkin banyak hal yang kita inginkan tidak terjadi dan banyak harapan yang mengecewakan. Tetapi, mau bagaimana lagi? Inilah dunia. 

Apa cita-cita kalian pernah berubah? Sini aku beritahu. Dalam hidup ini, apapun bisa terjadi ketika Tuhan sudah berkehendak. Cita-cita dan harapan bisa berubah hanya dalam sekejap. Seperti diriku. Terlalu banyak kata-kata orang yang menyudutkanku. Saat aku duduk di bangku taman kanak-kanak aku dengan polosnya mengatakan bahwa aku ingin menjadi penyanyi, kemudian masuk ke ranah sekolah dasar aku ingin mejadi guru, masuk ke sekolah menengah pertama aku saja masih bingung dengan cita-citaku, hingga di masa sekolah menengah atas aku ingin menjadi dosen. Tak sampai situ, aku sering mendengar cerita kawan-kawanku, dan kala itu konyol memang. Berdasar cerita dari kawanku dan atas dasar drama yang aku tonton, cita-citaku berubah, singkat, menjadi seorang dokter. Wah, untuk pertama kali aku merasakan tantangan yang begitu berat dalam hidupku. Namun, lama kelamaan, dunia menyadarkanku dan merubah jalan hidupku. Aku sadar, apakah menjadi dokter adalah tujuan utama yang benar-benar ada dalam diriku? Kemudian banyak timbul pertanyaan, untuk menjadi dokter tidak cukup waktu, biaya, pikiran, dan risiko yang kecil. Penuh perjuangan. Kembali kutanya lagi pada diriku, apakah aku siap? Kemudian kutengok keadaanku. Dunia berkata bahwa aku belum siap dan dunia mengantarkanku menuju diriku yang sekarang. Mahasiswa jurusan kimia, bukan Mahasiswa jurusan Kedokteran. 

Tau bagaimana rasanya? Ya, biasa saja. Bukan mati rasa, hanya saja memang inilah adanya. Sekarang, peradaban baru seorang aku sudah berubah. Benar adanya kata orang bahwa kita harus menyenangi apa yang terjadi. Jika ditanya apakah aku ingin menjadi seorang dokter atau tenaga medis? Tentu jawabannya ingin. Tetapi, rezeki dari Yang Maha membuatku berada di jalan ini. Kehidupan yang harus aku senangi dan aku tekuni karena inilah rezeki.

Saat ini aku berada dalam posisi seorang yang berusaha menyenangi apa yang aku punya dan berusaha bersyukur atas karunianya tanpa mengurangi kekagumanku dengan cita-cita "SEKEJAP"ku. Aku harap siapapun diantara kalian yang memiliki cita-cita atau sedang berada dalam fase memperjuangkan cita-cita menjadi seorang dokter atau tenaga medis benar-benar tulus berniat untuk membantu sesama, bukan hanya mengejar jabatan maupun nama. 

Jadi apa? Kepada aku, kamu, dan kita yang masih muda serta kepada dunia. Kita hidup berdampingan. Ketika dunia membawamu menuju impianmu yang sesungguhnya, maka bersyukurlah. Namun, ketika dunia membawamu menuju suatu hal yang tidak pernah kamu rencanakan atau bahkan tidak pernah sekalipun terlintas dipikiran, jalanilah. Semua yang ada merupakan rezeki. Nikmat Tuhan yang datang memang tak selalu seperti apa yang kita inginkan. Tetapi, nikmat yang datang adalah nikmat yang terbaik kiriman Tuhan. 

Benar kata orang, boleh jadi Tuhan mengabulkan doa kita melalui cara yang berbeda. Kita memang tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Tetapi lihat saja, nikmat mana yang kita butakan? Lagi-lagi kita perlu bertanya pada diri sendiri. Kita perlu menyenangi dunia tempat kita berada, dengan ikhlas, dengan tulus hati.
Jika sulit, kita hanya perlu mencoba. 
Jika takut, ingat saja bahwa Tuhan selalu bersama kita.

Dunia bisa jadi kejam jika kita tidak mampu mengikuti cerita didalamnya. Dan dunia bisa sangat menyenangkan ketika kita mampu bersyukur dan tetap andil menjadi tokoh utama sekalipun latarnya sudah berbeda. 

ELD

Komentar